Subulussalam, mitrapolda.com |
Misteri mafia tanah di Kota Subulussalam kembali mencuat. Sorotan tajam kini mengarah ke pengelolaan lahan plasma HGU PT Laot Bangko yang diduga penuh dengan kejanggalan dan pelanggaran regulasi perkebunan.
Investigasi mengungkap bahwa penetapan lahan plasma berdasarkan SK Walikota Subulussalam Nomor: 188.45/66.2/2020 memperlihatkan adanya data penerima yang tidak sesuai. Nama-nama dalam daftar plasma PT Laot Bangko dinilai menyimpang, bahkan ditengarai menguntungkan pihak tertentu. Sejumlah pejabat teras Pemko Subulussalam disebut ikut “memuluskan” prosedur penetapan lahan plasma yang sarat kontroversi.
“Peletakan plasma ini jelas bermasalah. Dari sisi substansi penetapan tidak proporsional dan cenderung hanya menguntungkan segelintir orang,” tegas seorang aktivis lokal.
Luas plasma yang ditetapkan mencapai 600 hektar. Pemerintah Kota Subulussalam bersama PT Laot Bangko disebut berperan aktif dalam proses tersebut, dengan legitimasi dari Badan Pertanahan Nasional (BPN) Subulussalam. Bahkan, sebagian penerima sudah memperoleh sertifikat hak milik (SHM), sementara sebagian lain tertunda karena masalah administrasi.
“Kami sudah serahkan ke Pemko, tapi Sekdako menyampaikan lebih baik diserahkan sekaligus saja nanti,” ungkap Sofyan, pejabat BPN Kota Subulussalam, saat dikonfirmasi.
Namun, masalah tak berhenti di situ. Berdasarkan investigasi, lahan HGU PT Laot Bangko awalnya hanya seluas 3.700 hektar. Tetapi kemudian muncul dugaan tumpang tindih dengan lahan transmigrasi dan program PSR di Kecamatan Penanggalan serta Simpang Kiri. Hal ini semakin memperkuat indikasi adanya praktik mafia tanah yang terstruktur.
Total penerima plasma yang tercatat dalam SK Walikota berjumlah sekitar 500 orang. Namun validitas nama-nama tersebut terus dipertanyakan, terutama terkait pengelolaan plasma dan pembagian hasil (SHU) perkebunan yang mestinya transparan.
LSM Suara Putra Aceh sejak awal konsisten menyoroti persoalan ini. Mereka mendesak aparat penegak hukum untuk mengungkap siapa sebenarnya mafia tanah di balik permainan plasma PT Laot Bangko.
“Jangan sampai regulasi perkebunan dilanggar hanya demi kepentingan elit tertentu. Masyarakatlah yang paling dirugikan,” tegas seorang perwakilan LSM.
Kini, publik Subulussalam menanti keseriusan pemerintah dan aparat hukum. Apakah kasus ini akan terbuka terang benderang, atau kembali terkubur dalam pusaran kepentingan mafia tanah di Kota Sheh Hanzah Fansuri Subulussalam. (@ tin Berutu CS).